HUBUNGAN QAWA’ID FIQHIYAH DENGAN QAWA’ID
USHULIYAH, FIQH DAN USHUL FIQH
Qawaid
Fiqhiyah, Qawaid Ushuliyah, fiqih dan ushul fiqh tidak dapat dipisahkan antara
satu dengan yang lainnya. Keempat ilmu tersebut saling terkait dengan
perkembangan fiqih, karena pada dasarnya yang menjadi pokok pembicaraan adalah
fiqih.
Qawaid
fiqhiyah, ushul fiqih dan qawaid ushuliyah adalah ilmu-ilmu yang berbicara
tentang fiqih. Dengan demikian kajian qawaid fiqhiyah, ushul fiqih dan qawaid
usuliyah tersebut adalah fiqih.
A.
Hubungan Qawa’id fiqhiyah dengan qawa’id ushuliyyah
Kaidah ushuliyah memuat pedoman penggalian hukum dari sumber aslinya baik Al-Quran
maupun sunnah dengan menggunakan pendekatan secara kebahasaan. Sedangkan kaidah
fiqhiyah merupakan petunjuk operasional dalam mengistinbathkan hukum Islam,
dengan melihat kepada hikmah dan rahasia-rahasia tasyri’. Namun kedua kaidah
tersebut merupakan patokan dalam mengistinbathkan suatu hukum, satu dengan yang
lainnya tidak dapat dipisahkan, sebab keduanya saling membutuhkan, dalam
sasarannya menetapkan hukum Islam terhadap mukallaf. Sebagai contoh Surah
Al-maidah ayat 3 :
ôMtBÌhãm
ãNä3øn=tæ
èptGøyJø9$#
ãP¤$!$#ur
ãNøtm:ur
ÍÌYÏø:$#
........
Artinya : diharamkan bagimu
(memakan) bangkai, darah, daging babi,,,,, (Al-maidah :3)
Kata hurrimat pada
ayat diatas menunjukkan tentang keharaman memakan bangkai, darah, daging babi .
dalam qaidah ushuliyyah disebutkan bahwa :
الاصل فى النهي
للتحر يم
Artinya : “Asal pada larangan
adalah haram.”
Mengenai ini
kaidah fiqhiyyah menjelaskan :
الحر يم له حكم ما هو حر يم له
Artinya : “yang mengelilingi
larangan hukumnya sama dengan yang dikelilinginya”.
Kaitan qaidah
fiqhiyyah dengan kaidah ushuliyyah diatas adalah sebagaimana diharamkan memakan
bangkai, darah , daging babi , maka diharamkan pula untuk memperjualbelikannya
atau memanfaatkannya. Apabila bangkai, darah, daging babi itu diperjualbelikan
maka harga dari jual beli tersebut adalah haram hukumnya.
Begitu juga
apabila gemuk bangkai dijadikan minyak lalu minyak itu dijual kepada orang
lain, maka jual beli tersebut menjadi haram hukumnya. Hal ini didasarkan kepada
qaidah fiqih diatas bahwa pada hakikatnya yang dikelilingi adalah keharaman
memakan bangkai, darah, daging babi , sedangkan yang mengelilinginya adalah
menjual dan memanfaatkannya, hal ini diharamkan karena hukum asalnya adalah
haram.
B.
Hubungan qawa’id Al-fiqhiyyah dengan Ushul fiqh dan fiqih
Ilmu fiqih mempunyai hubungan erat dengan qawa’id al- fiqhiyah karena
kaedah al-fiqhiyah merupakan kunci
berpikir dalam pengembangan dan seleksi hukum fiqih. Dengan bantuan qawa’id al
fiqhiyah semakin tampak jelas semua permasalahan hukum baru yang tumbuh
ditengah-tengah masyarakat dapat ditampung oleh syari’at Islam dan dengan mudah
serta cepat dapat dipecahkan permasalahannya.
Persoalan baru
semakin banyak tumbuh dalam masyarakat seiring dengan pertumbuhan dan
perkembangan masyarakat itu sendiri. Maka diperlukan kunci berfikir guna
memecahkan persoalan masyarakat sehingga tidak menjadi berlarut-larut tanpa
kepastian hukum. Dengan demikian qawa’id al fiqhiyah sangat berhubungan dengan
tugas pengabdian ulama ahli fiqih dalam rangka mengefektifkan dan mendinamiskan
ilmu fikih ke arah pemecahan problema hukum masyarakat.[1]
Menurut
al-Baidhawy (w.685) dari kalangan ulama syafiiyyah, ushul fiqih adalah :
معرفة دلا ئل الفقه اجمالا وكيفية
الستفادة منها وحال المستفيد
“pengetahuan
secara global tentang dalil-dalil fiqih, metode penggunaannya, dan keadaan
(syarat-syarat) orang yang menggunakannya.”
Definisi ini
menekankan tiga objek kajian ushul fiqih, yaitu :
- Dalil (sumلاer hukum)
- Metode penggunaan dalil, sumber hukum, atau metode penggalian hukum dari sumbernya.
- Syarat-syarat orang yang berkompeten dalam menggali (mengistinbath) hukum dan sumbernya.
Dengan
demikian, ushul fiqih adalah sebuah ilmu yang mengkaji dalil atau sumber hukum
dan metode penggalian (istinbath) hukum dari dalil atau sumbernya. Metode
penggalian hukum dari sumbernya tersebut harus ditempuh oleh orang yang
berkompeten.
Kemudian tujuan
dari pada ushul fiqh itu sendiri adalah untuk mengetahui jalan dalam mendaptkan
hukum syara’ dan cara-cara untuk menginstimbatkan suatu hukum dari
dalil-dalinya. Dengan menggunakan ushul fiqh itu, seseorang dapat terhindar
dari jurang taklid.[2]
Ushul fiqh itu juga sebagai
pemberi pegangan pokok atau sebagai pengantar dan sebagai cabang ilmu fiqih
itu, berisikan antara lain teori-teori hukum baik berupa asas-asas hukum,
dalil-dalil atau kaidah-kaidah ushul fiqh yang harus digunakan untuk dapat memahami syari’at itu dengan
baik.
Dapat dikatakan
bahwa ushul fiqh sebagai pengantar dari fiqih, memberikan alat atau sarana
kepada fiqh dalam merumuskan, menemukan penilaian-penilaian syari’at dan
peraturan-peraturannya dengan tepat.[3]
Hukum yang
digali dari dalil/sumber hukum itulah yang kemudian dikenal dengan nama fiqih.
Jadi fiqih adalah produk operasional ushul fiqih. Sebuah hukum fiqih tidak
dapat dikeluarkan dari dalil/sumbernya (nash al-Qur’an dab sunah) tanpa melalui
ushul fiqih. Ini sejalan dengan pengertian harfiah ushul fiqih, yaitu
dasar-dasar (landasan) fiqih.
Misalnya hukum wajib sholat dan
zakat yang digali (istyinbath) dari ayat Al-Qur’an surat al-Baqarah (2) ayat 43
yang berbunyi
واقيموا الصلاة وءاتواالزكوة .......
“dan
dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat ...”
Firman Allah
diatas berbentuk perintah yang menurut ilmu ushul fiqih, perintah pada asalnya
menunjukan wajib selama tidak ada dalil yang merubah ketentuan tersebut ( الاصل فى الامر للوجوب).
Fiqih adalah
salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang secara khusus membahas
persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik kehidupan
pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan Tuhannya. Beberapa ulama
fikih seperti Imam Abu Hanifah mendefinisikan fikih sebagai pengetahuan seorang
muslim tentang kewajiban dan haknya sebagai hamba Allah.
Fikih membahas
tentang bagaimana cara tentang beribadah, tentang prinsip Rukun Islam dan
hubungan antara manusia sesuai dengan dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur'an
dan Sunnah.[4] Oleh karena itu hubungan diantara Qawa’id al-
fiqhiyah dengan fikih sangat erat sekali karena qawaid fiqhiyah dapat dijadikan
sebagai kerangka acuan dalam mengetahui hukum perbuatan seorang mukalaf. Ini
karena dalam menjalanklan hukum fiqih kadang-kadang mengalami kendala-kendala.
Misalnya kewajiban shalat lima waktu yang harus dikerjakan tepat pada waktunya.
Kemudian seorang mukalaf dalam menjalankan kewajibannya mendapat halangan,
misalnya ia diancam bunuh jika mengerjakan shalat tepat pada waktunya. Dalam
kasusu seperti ini, mualaf tersebut boleh menunda sholat dari waktunya karena
jiwanya terancam. Hukum boleh ini dapat ditetapkan lewat pendekatan
qawaid fiqhiyah, yaitu dengan menggunakan qaidah :”الضرار
يزال“ bahaya wajid
dihilangkan. Ini adalah salah satu perbedaan antara qawaid ushuliyah dengan
qawaid fiqhiyah. Qawaid ushuliyah menkaji dalil hukum (nash al-Qur’an dan
sunah) dan hukum syarak, sedangkan qawaid fiqhiyah mengkaji perbuatan mukalaf
dan hukum syarak.[5]
Demikianlah
hubungan antara fiqih, qawaid fiqhiyah, ushul fiqih dan qawaid ushuliyah. Hukum
syarak (fiqih) adalah hukum yang diistinbath dari nash al-Qur’an dan sunnah
melalui pendekatan ushul fiqih yang diantaranya menggunakan qawaid ushuliyah.
Hukum syarak (fiqih) yang telah diistinbath tersebut diikat oleh qawaid
fiqhiyah, dengan maksud supaya lebih mudah difahami dan identfikasi.
KESIMPULAN
Bahwasannya Qawaid Fiqhiyah, Qawaid Ushuliyah, fiqih dan ushul fiqh tidak
dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya karena ke empat hukum ini
selalu berkaitan antara satu dengan yang lainnya . qawa’id al-fiqhiyyah
terkadang selalu menopang qawaid ushuliyyah , begitu juga fiqh dan ushul fiqh. Ilmu
fiqih mempunyai hubungan erat dengan qawa’id al- fiqhiyah karena kaedah al-fiqhiyah merupakan kunci berpikir dalam pengembangan
dan seleksi hukum fiqih. Dengan bantuan qawa’id al fiqhiyah semakin tampak
jelas semua permasalahan hukum baru yang tumbuh ditengah-tengah masyarakat
dapat ditampung oleh syari’at Islam dan dengan mudah serta cepat dapat
dipecahkan permasalahannya.
DAFTAR PUSTAKA
Imam musbikin,Qawa’id Al-fiqhiyah (Jakarta: PT
Rajagrafindo persada)
Basiq Djalali,Ilmu ushul fiqh (Jakarta: kencana, 2010)
Saidus syahar, Asas-asas hukum Islam (Bandung:alumni
, 1996)
www, wikipedia.com
www. Abdul halim.com qawaid fqhiyyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar